Buser24.com | Langsa.
Akhir akhir ini terkait dengan keberadaan manajemen perkebunan PTPN Regional 6 menjadi sorotan publik diberbagai kalangan mengingat banyaknya persoalan selama dikendalikan oleh PTPN IV Regional 6 dan juga sejumalh persoalan yang terjadi sejak lama, seperti konflik agraria dan konflik sosial serta lingkungan disejumlah wilayah dan diberbagai kalangan masyarakat.
Keberadaan perkebunan tersebut seyogyanya dapat diharapkan menjadi salah satu sumber bagi kesejahteraan masyarakat sekitar dan meningkatkan diberbagai sendi sendi pembangunan daerah yang berkesinambungan sesuai dengan azaz dan UUD 1945 tapi justru berbading berbalik justru banyak menimbulkan berbagai konflik dengan masyarakat sekitar.
Terkait dengan sejumlah persoalan dalam waktu dekat kantor Direksi PTPNIV Regional 6 di Langsa (PTPN-I-Red) akan didemo oleh masyarakat. Dan terkait dengan hal tersebut Dewan Penasehat Prabowo Gibran Xperience (PGX) Aceh Tengku Nasruddin angkat bicara.
Kepada sejumlah wartawan Tengku Nas mengatakan.”Pemerintah Aceh diminta agar tidak memberikan lagi izin maupun dukungan dalam bentuk apapun termasuk rekomendasi terkait dengan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) milik Perusahaan Perkebunan PTPN IV regional 6 di Aceh.Rabu 25/12/24 di Langsa.
Lanjut Tengku Nas.”Sehubungan dengan banyaknya kasus dan persoalan yang terjadi diperkebunan perusahaan BUMN dan swasta itu pemerintah Aceh harus mengambil langkah secepatnya untuk mencari solusi kepada 45 Desa yang sudah puluhan tahun bermasalah dengan keterbatasan lahan desa.”ungkapnya.
“Padahal secara kronologisnya atau secara de facto, masyarakat sudah terlebih dahulu bermukim dan bercocok tanam maupun beranak pinak di dalam maupun di pinggir tapal batas HGU PTPN IV regional 6.”
“Untuk sementara ini saja ada lebih dari 31 Desa dalam kabupaten/kota di Aceh telah terjadi benturan parah dengan PTPN IV Regional 6, Sehingga mengalami kepincangan dalam menjalankan aktifitas serta roda dan pemerintahan, ungkap Tengku Nas.Selaku Dewan Penasehat Prabowo Gibran Xperience (PGX) Aceh.”
Tengku juga Nas kembali menjelaskan pihaknya telah menerima pengaduan dari sejumlah tokoh masyarakat kabupaten/kota di Aceh terkait dengan desa yang berada dalam kawasan HGU dengan gamblang mengangkangi UU Pertanahan (Agraria).
‘Sangat mustahil, kalau para dedengkotnya dari pihak perkebunan tidak memahami tentang aturan dalam UU Agraria nomor 5 Tahun 1960 dan PP nomor 40 Tahun 1966 tentang HGU sebagai sarana dan prasarana terkait bidang Fasilitas Umum sebagai tanggung jawab pemegang HGU ujar Dewan Penasehat PGX Aceh,” Tengku Nas.
“Kasus ini sangat urgent, dan tidak boleh di biarkan berlarut larut, karena ini sebagai kebutuhan baik untuk kesejahteraan ekonomi rakyat dan juga untuk pembangunan, fasilitas umum dan desanya yang letaknya di pinggiran perkebunan dalam kawasan HGU Perkebunan PTPN IV regional 6 serta yang meliputi kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Aceh Utara.”tegas nya
“Disinyalir keras akibat kedatangan karyawan dari luar, sehingga bermunculan kasus ada Gampong (desa) tidak memiliki wilayah atau teritorialnya. Sehingga gagal untuk pembangunan infrastruktur yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG), ungkap Tengku Nas dengan nada ketus, mengakhiri keterangan kepada wartawan.
Disisi lain salah seorang pensiunan karyawan PTPNIV Regional 6 (PTPNI -Red) kepada wartawan Kamis 26/12/204 mengatakan.” Namanya BUMN ya gimana lagi.Tapi kalo berjuang untuk dikembalikan PTPN-l ke Aceh berdiri sendiri itu baru pas.Karena Aceh merupakan daerah Istimewa..Dulu PTPN-l dipertahankan di Aceh karena keistimewaan daerah.” Katanya.
Menurut observasi sejumlah wartawan secara terpisah bahwa semenjak perkebunan BUMN itu di kendalikan oleh kalangan tenaga dari luar daerah, baik kontraktor mata sipit juga bebas masuk ke desa-desa dan sering terjadi benturan dengan warga desa setempat.
Selain itu banyak juga gampong yang berada didalam areal HGU sebab masyarakat (karyawan) yang tinggal dikomplek perumahan perkebunan, namun sejumlah sarana dan pasilitas umum yang dibangun dengan menggunakan ADG.
Reporter : Wira