Buser 24 com. MERANTI – Perwakilan masyarakat dari 3 dusun se-Desa Telaga Baru Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti, sepakat membatalkan upaya pemindahan tapal batas antara Desa Lemang dan Desa Telaga Baru yang digagas oleh Kades kedua Desa, karena terdapat beberapa kejanggalan dan penuh rekayasa.
Hal itu diakui langsung oleh mantan Kades Telaga Baru, didalam musyawarah Pembetukan Tim Percepatan Penentapan Pengasan Batas Desa, yang dipimpin oleh Pjs. Kepala Desa Telaga Baru, Erliana, SE diruang rapat Kantor Kepala Desa, bahwa upaya pemindahan tapal batas desa itu dilakukan hanya berdasarkan perudingan secara kekeluargaan dan pertimbangan pribadinya, Jum’at (18/6/2021).
“Setelah kami berunding secara kekeluargaan dan atas pertimbangan pribadi maka tidak ada untung atau ruginya untuk memberikan batas desa ke desa Lemang, karena saya tau bagai mana cara melakukan pembangunan desa, tapi kalau masyarakat tidak setuju, maka hari ini kita batalkan saja”, ujar mantan Kades menjelaskan.
Selain itu, didalam berita acara yang dibuat pada musyawarah beberapa waktu lalu itu juga terdapat beberapa kekeliruan, diantaranya menempatkan jabatan seseorang secara asal-asalan, hingga terjadi penolakan oleh nama yang disebutkan dan menimbulkan perbedaan pandangan.
Mirisnya, dengan musyawarah dan berita acara itu, mantan Kades juga membuat surat persetujuan, dengan nomor surat: prihal Perubahan Batas Desa, dengan nomor: 19/PEMDES/DS-TB/X/2020 tertanggal 8 September 2020, yang ditujukan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) diduga rekayasa dan bertanggal mundur, padahalnya surat tersebut dibuat pada tahun 2021.
Atas hal tersebut, Noeradi selaku tokoh pemekaran, dengan didampingi beberapa tokoh lainnya mengatakan, tersebut merupakan suatu tindakan yang keliru, karena pengambilan keputusan desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis sudah diatur didalam Permendesa PDTT 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa, yaitu musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa.
“Musyawarah Desa atau Musdes adalah proses musyawarah antara Badan permusyawaratan desa (BPD), Pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis di desa. Musyawarah adalah forum pengambilan keputusan tertinggi, dan apa bila suatu keputusan tentang hal yang bersifat strategis diambil dengan cara kekeluargaan atau pertimbangan pribadi, maka hal itu jelas tidak sah dan salah dimata hukum”, tegas Noeradi.
Hal senada juga dikatakan oleh peserta musyawarah lainnya, yaitu orang yang juga mengetahui kronologis dan sejarah pemekaran desa, bahwa musyawarah dapat dijadikan sebagai alat untuk mempertemukan pendapat yang berbeda sehingga dapat diperoleh pendapat yang terbaik. Dengan musyawarah dapat pemecahan masalah menjadi ringan karena melibatkan pendapat-pendapat dari banyak orang untuk mencari solusi masalah tersebut.
“Ini masalah batas desa, bukan masalah pribadi, dan penyelesaiannya juga tidak boleh secara pribadi atau ada hubungan dengan cara-cara kekeluargaan, maka dengan musyawarah ini kita bersama dengan yang lainnya menyatakan tidak setuju dengan upaya pemindahan tapak batas desa tersebut”, pungkasnya. ***