Pekanbaru,Riau :
Ketua Umum AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) Soni kepada awak media Minggu 22/12/2024 di pekanbaru mengatakan berharap agar KUD Delima Sakti dapat membuktikan bahwa lahan yang dikelola oleh KUD Delima Sakti saat ini memang benar memiliki sertifikat.
Hal tersebut terucap oleh kuasa hukumnya pada saat konfersi pers dan membantah berita yang terbit sebelumnya terkait gugatan legal standing di PN Pelalawan,”ucap soni.
Silahkan KUD Delima Sakti buktikan nantinya di persidangan pembuktikan jika lahan yang dikelola oleh KUD Delima sakti memiliki sertifikat.
“Dan kami akan meminta untuk dibatalkan sertifikat tersebut yang terbit di atas kawasan hutan produksi,”tegas soni
Jika terbitnya dibawah 5 tahun kita meminta BPN untuk segera membatalkanya tetapi jika terbitnya diatas 5 tahun maka kita akan gugat PTUN di Pengadilan Tata Usaha Negara di Pekanbaru,”terang soni
Sebelumnya salah satu advokat senior Kapitra Ampera menjelaskan kepada awak media bahwa KUD Delima Sakti didirikan pada tahun 1994, jauh sebelum Kabupaten Pelalawan resmi terbentuk. Lahan yang kini menjadi kebun sawit sebelumnya berstatus milik adat dan pengelolaannya diserahkan kepada koperasi melalui kesepakatan masyarakat.
“Proses legalitas lahan telah diselesaikan sejak awal, dan pembangunan kebun kelapa sawit dimulai pada tahun 2000. PT Inti Indosawit Subur hanya bertindak sebagai pengelola teknis di lapangan,” jelas Kapitra.
Kapitra juga menegaskan bahwa tuduhan LSM AJPLH tidak hanya merugikan KUD Delima Sakti, tetapi juga menyeret nama tokoh masyarakat dan pejabat terdahulu, termasuk Tengku Azmun Jaafar.
Soni menjelaskan bahwa OBJEK SENGKETA dalam perkara a quo saat ini adalah berada di dalam Kawasan Hutan Produksi (HP), hal ini adalah berdasarkan pada peta lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :173/Kpts-II/1986 tentang penunjukan areal hutan di wilayah provinsi dati I Riau sebagai Kawasan Hutan.
Jadi jelas pada tahun 1986 area tersebut status masih kawasan hutan dan seluruh surat-surat tanah yang diterbitkan di atas OBJEK SENGKETA oleh pihak selain Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Sekarang Menteri Kehutanan) adalah merupakan surat yang cacat hukum, karena yang berhak menerbitkan surat atau izin apapun di atas OBJEK SENGKETA yang meruoakan kawasan hutan adalah hak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Sekarang Menteri Kehutanan),”terang soni
Dan perlu saya tegaskan bahwa ini adalah gugatan Legal Standing gugatan organisasi lingkungan hidup bidang kehutanan dan bukan gugatan perdata biasa jadi belum ada putusan yang inkrah terkait gugatan legal standing terhadap objek sengketa ini sebelumnya. jadi perkara ini tidak termasuk dalam prinsip Ne Bis In Idem,”tutup soni.(Team Redaksi)