
Buser24.com | Langkat (Sumut).
Upaya demi kepentingan akan menghabiskan uang tanpa batas yang mengarahkan perpanjangan masa jabatan Presiden dan penundaan Pemilu 2024 dinilai masih ada pro dan kontra, Usulan penundaan Pemilu 2024 itu mesti harus dilawan karena tak punya alasan rasional.
Dalam penyampaian pakar hukum tata negara dari Medan yang juga dekan fakultas hukum Universitas Battuta Bapak Andi Hakim Lubis menjelaskan secara terperinci bahwa Putusan dari hakim PN Jakarta Pusat ini bukanlah putusan akhir, tentunya masih ada upaya hukum lain yakni banding dan kasasi. Namun karena Putusan Hakim PN Jakpus ini telah menjadi perbincangan dan beredar dimasyarakat luas, maka perlu dan layak di untuk disimak secara eksaminasi dalam diskursus akademik. Persoalan penting sebenarnya adalah kompetensi dalam mengadili perkara dalam Pengadilan Negeri Ketatanegaraan Terhadap Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu’ yang disampaikan oleh Praktisi hukum dan Aktivis pergerakan Sumatera Utara ucap dari Abangnda Andi Hakim Lubis
Hakim di PN Jakpus semestinya harus membatasi kewenangannya untuk memutus persoalan keperdataan dengan ganti rugi, bukan malah justru penundaan pemilu. Jika ada sengketa tentang proses pemilu yang berwenang adalah Bawaslu dan Pengadilan TUN bukan Pengadilan Negeri (Perdata). Jika sengketa tentang hasil pemilu maka yang berwenang adalah MK. ( Mahkamah KonstitusiKonstitusi)
KY harus segera mengambil tindakan untuk memanggil Hakim yang bersangkutan. Sehingga tidak berbuntut panjang dan menimbulkan berbagai spekulasi yang beredar luas dimasyarakat. Tegasnya Andi Lubis.
Ketua PC ISNU Kabupaten Langkat Yang sering disapa dengan Buya Dhev menegaskan, penundaan pemilu menciptakan ketidakstabilan politik yang dapat menganggu ekonomi Indonesia.“Ketidakstabilan menimbulkan kontraksi ekonomi. Menunda dan merekayasa pemilu bisa mengganggu ekonomi nasional kelak dikemudian hari.”
Terdapat peluang merealiasaikan penundaan pemilu dengan amandemen UUD 1945.Tetapi itu ongkosnya mahal. Alasan ekonomi sedang tidak baik-baik saja, kata itu tidak logis dan irasional. Pengamat hukum tata negara Dhevan Efendi Rao seorang mahasiswa di Universitas Battuta dan sebagai Ketua PC ISNU ( Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ) Kabupaten Langkat sedang mengamati dan menyoroti godaan perpanjang masa jabatan mungkin dialami oleh semua Presiden atau kepala negara di manapun. Namun, ia mengatakan, masih banyak kepala negara yang bertahan dengan prinsip mempertahankan demokrasi sehingga tak mau memperpanjang jabatan.
Barack Obama Presiden USA saat menjabat 2 periode masih terkenal dan diminati masyarakat tetapi tetap memilih mengikuti konstitusi,” Menurut Buya Dhev untuk kasus Indonesia seperti berbeda juga mengatakan seperti itu karena wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dan penundaan Pemilu justru disuarakan lembaga survei, menteri, dan pemimpin lembaga lainnya. menggagas penundaan pemilu yang didasarkan kepentingan jangka pendek harus dijauhi, dihindari dalam alam demokrasi yang berasas Pancasila, yang menjalankan politik berbasis ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan atau politik adilihung (high politic).
“Ketika memaksakan pemilu harus ditunda itu menjadi pendidikan politik yang buruk dan menjadi ancaman demokrasi serta ekonomi,” Apabila dikaitkan situasi nasional sedang sulit keadaan sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19, kondisi saat ini jauh lebih baik dengan saat krisis ekonomi 1998, 1999, dan 2008, Keputusan Hakim PN Jakarta Pusat asal bunyi tidak mempertimbangkan aspek yang relevan dan mengetok palu sidang memutuskan atas tindakan yang gegabah juga Buya Dhev mengutarakan Sebaiknya Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden Republik Indonesia harus teragendakan sesuai rencana jangan ada penundaan, lanjutkan proses tahapan selanjutnya menuju pemilu 2024, ucap Dhevan Rao.
Reporter: Red