
Buser24.com,Pekanbaru– LSM Lingkungan Hidup AJPLH bersama awak media resmi melaporkan dugaan tindak pidana ilegal logging yang terjadi di Kerumutan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Laporan tersebut telah diterima oleh penyidik Balai GAKKUM Kehutanan Sumatera Wilayah II. Berkas Laporan diserahakan kepada penyidik, Arif untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Rabu (19/2/2025).
Ketua Umum AJPLH, Soni, S.H., M.H, mendampingi Ketua DPD AJPLH Kabupaten Pelalawan Amri Koto dalam pelaporan ini bersama tim media yang peduli terhadap kelestarian lingkungan menegaskan pentingnya penegakan hukum atas dugaan aktivitas ilegal yang merusak ekosistem hutan konservasi.
Dugaan pelanggaran ini terkait dengan seorang pelaku usaha berinisial R yang memiliki izin usaha. Namun, setelah dilakukan pengecekan di dinas perizinan terpadu satu pintu di pelalawan, izin tersebut tidak mencantumkan kewenangan bagi R untuk menerima kayu olahan yang diduga berasal dari kawasan hutan konservasi Kerumutan, Suaka Margasatwa di Kabupaten Pelalawan.
LSM AJPLH meminta GAKKUM Kehutanan Wilayah Sumatera untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terkait asal-usul kayu yang diproduksi oleh pelaku usaha tersebut. Jika terbukti kayu tersebut berasal dari kawasan hutan tanpa izin resmi, maka pihak terkait harus diproses secara hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
AJPLH menegaskan bahwa tindakan menerima dan mengolah hasil hutan tanpa izin merupakan tindak pidana serius yang memiliki sanksi tegas dalam regulasi kehutanan di Indonesia. Oleh karena itu, mereka meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas tanpa kompromi terhadap para pelaku yang terlibat.
Selain itu, AJPLH mendesak agar ada transparansi dalam pengelolaan izin usaha kehutanan agar tidak ada celah bagi oknum-oknum yang mencoba memanfaatkan regulasi untuk melakukan praktik ilegal yang merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Jangan hanya baru mengurus izin berusaha (NIB) sudah dianggap memiliki izin yang cukup lengkap,”terang soni
Bahwasanya inisial AZ dia benar memiliki izin berusaha, tetapi setelah kita check izin berusaha tersebut tidak ada yang menyatakan dia diperbolehkan menerima kayu olahan yang diduga dari kawasan hutan konservasi kerumutan Suaka Margasatwa di Kabupaten Pelalawan.
“Untuk itu LSM Lingkungan hidup AJPLH dan awak media meminta GAKKUM wilayah Sumatera memeriksa, mengecek hasil produksi kayu jika benar dia itu ada izinnya dari mana asal kayu tersebut dan jika memang benar kayu tersebut berasal dari kawasan hutan ya kita minta agar pelaku usaha ini ditindak sesuai dengan aturan dan undang-undang karena menerima hasil hutan tanpa izin ada sanksi pidananya” tegas Soni, S.H.,M.H, Ketua Umum AJPLH.
GAKKUM Kehutanan Wilayah Sumatera Wilayah II, melalui Arif sebagai Penyidik, mengatakan bahawa surat ini kami terima dan untuk konfirmasi selanjutnya langsung kepada Kepala Seksi saja.
“Kalau untuk meminta tanggapan kepada Kepala Seksi saja Pak, saya di bagian penyidik. Laporan ini akan disampaikan kepada atasan untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Menurut Ketua Umum AJPLH, Soni, S.H.,M.H, bahwa keterangan sahnya hasil hutan yang ditegaskan dalam Pasal 16 UU 18 Tahun 2013 yang berbunyi :
“Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, larangannya diatur dalam Pasal 37 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 12 huruf e UU 18 Tahun 2013 yang berbunyi :
Setiap orang dilarang :
(e) mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;
Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan tersebut, termasuk bagi seorang pengemudi/sopir yang melakukan kegiatan ataupun aktivitas pengangkutan hasil hutan kayu tanpa memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan, diatur dalam Pasal 37 angka 13 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 83 ayat (1) huruf b UU 18 Tahun 2013 :
Orang perseorangan yang dengan sengaja :
Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e;
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah),” jelas Soni, S.H.,M.H, juga sebagai Praktisi Hukum.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan aparat penegak hukum agar kejahatan lingkungan seperti ilegal logging tidak terus berulang. Penegakan hukum yang tegas akan menjadi langkah nyata dalam menjaga kelestarian hutan dan menekan praktik pembalakan liar yang merusak ekosistem alami.
AJPLH berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan terhadap pelaku yang terbukti melanggar. Mereka juga mengajak masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi dan melaporkan setiap dugaan pelanggaran yang merusak lingkungan demi kelangsungan alam yang lebih baik.
TIM REDAKSI