![]()
Jambi – Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Sumatera berhasil mengungkap dan menangkap aktor utama di balik perambahan masif di kawasan konservasi strategis.
Penyidik Gakkum Kehutanan telah menahan BS (36), warga Desa Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani (KT.) Rasau Mandiri, atas dugaan penjualan dan pengkoordinasian perambahan lahan seluas ± 600 hektare di dalam wilayah Taman Nasional (TN) Berbak Sembilang.
Tersangka BS (36) diidentifikasi sebagai aktor intelektual yang secara aktif mengkoordinir perambahan hutan. Modus yang digunakan adalah dengan membentuk kelompok tani fiktif bernama KT. Rasau Mandiri, yang beranggotakan lebih dari 150 orang.
BS mematok biaya sebesar Rp 15 juta per hektare kepada setiap anggota yang ingin memiliki lahan di kawasan taman nasional. Uang tersebut, dalihnya, digunakan untuk “biaya pengurusan pembebasan lahan ke Kementerian Kehutanan,” sebuah janji palsu mengingat status lahan adalah kawasan konservasi inti. Dari klaim seluas 600 hektare tersebut, saat ini teridentifikasi hampir 100 hektare telah ditanami oleh kelompok tersebut.
Penangkapan BS merupakan pengembangan kasus perambahan yang ditangani oleh Penyidik Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera pada Oktober 2025. Sebelumnya, Penyidik telah menetapkan SR (37) sebagai tersangka. Berdasarkan keterangan dari tersangka SR dan saksi-saksi, nama BS (36) muncul sebagai koordinator utama perambahan tersebut.
Beth Venri, Komandan SPORC Brigade Harimau Jambi, pada Selasa (25/11), membenarkan bahwa BS (36) telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penahanan di RUTAN Kelas II Provinsi Jambi sejak tanggal 15 November 2025, sambil menunggu proses penyidikan lebih lanjut.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menegaskan bahaya dari aktivitas ilegal ini.
“Aktivitas pembukaan lahan secara masif seluas 600 hektare ini tidak hanya merusak ekosistem hutan, tetapi juga berpotensi merusak fungsi hidrologis gambut yang merupakan ciri khas TN Berbak Sembilang. Kerusakan ini sangat berbahaya karena dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sulit dipadamkan, serta mengancam habitat satwa liar endemik,” ujar Hari Novianto.
Penyidik menjerat tersangka BS (36) dengan pasal berlapis, termasuk dugaan tindak pidana kehutanan dan perusakan hutan:
Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 Ayat 2 huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 17 Ayat 2 Huruf b UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Ancaman pidana maksimal berupa pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sebagai upaya untuk memiskinkan pelaku kejahatan lingkungan, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera juga telah memerintahkan kepada Penyidik untuk menerapkan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Tersangka atas dugaan jual beli lahan di kawasan konservasi tersebut.(Red)
