
Berau,Kalimantan Timur – Aktivitas pertambangan yang merusak Hutan Kota di Mayang Magurai adalah Pemicu terjadinya kerusakan wisata akibat tambang PT.BJU di Teluk Bayur,Tanjung Redab Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur mendapat sorotan organisasi lingkungan hidup dan awak media.
Karena dari aktivitas tersebut telah merusak Hutan Kota di Kabupaten Berau dan lingkungan, karena pertambangan terbuka dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang yang diambil oleh para pelaku usaha tambang yang melakukan usahanya.
”Secara sistematis pemerintah berupaya mempertahankan eksistensi pertambangan. Bahkan dengan berani menggadaikan nasib generasi mendatang. Kehancuran lingkungan dan wisata hutan kota yang ada di wilayah Mayang magurai dapat mengakibatkan penderitaan masyarakat adat, menurunnya kualitas hidup penduduk lokal dan rusaknya kualitas tanah dan air serta kehancuran ekologi yang ada di hutan kota saat ini ,” ujarnya Soni Ketua LSM Lingkungan Hidup.
Dan ini sudah jelas bertentangan dengan undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai telah diubah di dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 10 miliar rupiah serta dapat dipidana tambahan dengan perampasan keuntungan dan pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh PT.BJU (Bara Jaya Utama)
“Pada Pasal 69 Ayat 1 huruf a UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja Pasal 98 Ayat 1 UU 32 Tahun 2009.” Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampuinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kreteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000, (sepuluh miliyar rupiah)
Dan juga mengabaikan Ketentuan Undang-undang Cipta No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pasal 177 dan pasal 178: Setiap Pemegang Perizinan Berusaha yang dalam Melaksanakan kegiatanya/usahanya menimbulkan dampak kerusakan pada lingkungan hidup,selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (5), pemegang Perizinan Berusaha Wajib Memulihkan kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan/usahanya.
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan, setiap penanam modal bertanggung jawab mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan,”terang soni.
Dari Organisasi Lingkingan Hidup P3LH (Perkumpulan Pengacara Peduli Lingkungan Hidup) dan MAKALAH (Masyarakat Anti Kerusakan Lingkungan dan Hutan) LPLH-Indonesia (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia) meminta kepada Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Republik Indonesia untuk dapat memberikan sanksi tegas kepada PT.BJU serta memulihkan lingkungan yang telah rusak akibat pertambangan yang telah mereka lakukan dengan cara melakukan reklamasi,
Kami dari organisasi lingkungan hidup juga akan melakukan gugatan legal standing gugatan organisasi lingkungan hidup terhadap PT.BJU (Bara Jaya Utama) jika terus melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan tanpa adanya memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang dapat berdampak terhadap alam dan masyarakat sekitar,”tutup soni.(Team Redaksi)